Samarinda yang menjadi ibu kota
Provinsi Kalimantan Timur ini memang masih dalam tahap pembangunan, penataan
masih dilakukan disemua sektor. Meski sebagai ibu kota, Samarinda masih belum
semegah Surabaya maupun Jakarta. Tapi tenang samarinda itu kota yang unik dan
menarik untuk disinggahi setiap sudutnya. Jika kita satu hari berada di
Samarinda ada beberapa tempat yang dapat kita kunjungi.
Yuk, kita mulai dari masjid Islamic Center, Masjid ini menyimpan suasana klasik tersendiri, Arsitekturnya megah dibalut cahaya yang jika malam akan terlihat romantis, suasananya pun terasa manis semanis senyum monalisa tentunya. Selain arsitekturnya yang menarik disini kita juga dapat melihat view kota samarinda yang menakjubkan dari ketinggian, dengan membayar Rp.10.000 kita dapat masuk ke menara asmaul husna, menara setinggi 99 meter ini didalamnya terdapat sebuah museum islami dan tentunya sampai di puncak menara kita akan disuguhkan view kota Samarinda yang megah. Nah menakjubkan bukan?
Islamic Center |
Setelah puas menikmati kemegahan
masjid maha romantis kita menggunakan angkutan umum menuju pasar tradisional citra niaga yang
saya sebut ini pasar klasik. kenapa? Karena pernah mendapatkan penghargaan Aga
khan award for Architecture terbukti kan kalau samarinda memang kota yang kreatif.
Lokasi pasar tradisional citra niaga tepat didepan pelabuhan samarinda dan juga
berdekatan dengan pasar pagi serta masjid raya darussalam, tentunya lokasi ini
menjadi urat nadi perdagangan warga samarinda dari tempo dulu hingga kini.
Selain kita dapat berbelanja suvenir khas samarinda seperti sarung samarinda,
dompet manik-manik, dan aneka kerajinan lainnya kita juga dapat menjumpai sebuah
lapangan di tengah bangunan pasar yang pada malam tertentu sering digunakan
sebagai tempat pertunjukan. Nah sudah berbelanja nyaman dengan aneka pilihan,
ditambah bentuk pasar yang klasik plus jika beruntung dapat menyaksikan pertunjukan
dan berbaur dengan warga lokal kurang klasik apa lagi coba?
citra niaga foto by http://lpse-info.samarindakota.go.id/ |
Pastinya setelah jalan-jalan dari
Islamic center dan berebelanja di pasar tradisional citra niaga kita merasa
lelah dan butuh sentuhan ketenangan untuk mendinginkan pikiran dan sejenak
menghapus lelah. Dimana kita bisa mendapatkannya? Jawabannya adalah mahakam.
Ya, sungai luas yang membelah daratan kalimantan timur ini memang sudah
tersohor namanya. Rasanya jika ke kalimantan timur namun belum melihat dan
mencumbu lebih dekat dengai sungai ini sepertinya kita belum ke kalimantan
timur dan kurang sah rasanya. Seperti ke Mekkah namun belum bertemu dengan
ka’bah atau ke Jawa tapi belum ke Borobudur atau mungkin ke Paris tapi belum ke
menara eifel dll. Sebenarnya rute selanjutnya kita bisa melalui jalur darat
yakni melewati jembatan mahakam tapi ada baiknya kita tak hanya sekedar
merasakan nuansa mahakam dari tepian saja, maka dari itu kita menuju pelabuhan
dan bernegosiasi dengan pemilik perahu di pelabuhan depan masjid raya
Darussalam agar mau mengantar kita menuju seberang karena ada destinasi lain
juga yang akan kita tuju.
We Are Agen Pesut Mahakam, foto dari kamera mas Rakhmad |
Moment yang pas saat menyebrang sungai
mahakam dengan perahu adalah saat matahari mulai tenggelam di ufuk barat. Kita
akan disuguhi pemandangan senja yang maha kaya. Bukan dari gunung atau laut
tapi dari sungai yang bernama mahakam. Bulatan orange bersama semburatnya
melukis langit nan elok bersama keasrian suasana perkampungan ditepian yang bahan
dasar rumahnya masih menggunakan bahan kayu. Kita akan terus dimanjakan dengan
pemandangan yang maha indah ditambah hembusan angin serta cipratan air menjadi
irama yang menenangkan jiwa. Berbagai aktivitas penduduk pun dapat kita jumpai
seperti adik-adik kita yang menceburkan dirinya ke sungai dengan segala
keceriaanya dan ibu-ibu yang menimba air dari sungai serta bapak-bapak yang
masih sibuk diatas sampannya.Ya, Mahakam selalu indah.
Sunset Mahakam, foto dari kamera mas Rakhmad |
Sampai di Samarinda Seberang dan turun
dari kapal kita menuju lamin adat. Lamin adalah rumah tradisional suku Dayak,
rumah panjang yang dahulu di diami beberapa kepala keluarga ini dapat kita
jumpai di Samarinda Seberang yang sekarang telah ditetapkan sebagai cagar
budaya oleh dinas kebudayaan dan pariwisata kota Samarinda. Tak berhenti sampai situ, ada sebuah gang di samping lamin. Disitu terdapat
perkampungan yang namanya kampung tenun. Kenapa kampung tenun? Karena mayoritas
yang tinggal disitu adalah berprofesi sebagai penenun khususnya tenun sarung
Samarinda. Alat tenun yang digunakan pun masih tradisional bukan mesin. Harganya memang cukup menguras
kantong tapi sepadan dengan perjuangan ibu-ibu yang menenun berhari-hari untuk
menghasilkan sebuah sarung berkualitas. Selain dapat melihat ibu-ibu yang menenun kita juga dapat
berinteraksi langsung melihat berbagai motif sembari mendapat banyak cerita
tentang motif dan sejarah disini. Tenang masyarakat disini ramah dan sangat terbuka.
Di akhir cerita kita akan di beri kartu nama ibu-ibu yang telah memberikan kita
banyak informasi siapa tahu suatu saat tertarik untuk membeli sarung, kita
dapat menghubunginya.
Penenun, foto by kidnesia.com |
Tak jauh dari kampung tenun kita
menuju makam Daeng Mangkona yang konon adalah pendiri Samarinda. Sembari
mendo’akan Daeng yang telah tenang disisi-Nya kita juga dapat melihat ukiran arab
pada nisan yang terbuat dari kayu ini serta dapat belajar sejarah berdirinya
Samarinda yang berasal dari kata Sama Rendah yang artinya tak ada pembedaan
baik penduduk asli maupun pendatang semua sama dan satu saudara. Jika dewi
fortuna berpihak kepada kita maka kita akan menjumpai penjaga makam yang
bersedia dengan bakti luhurnya menceritakan sejarah makam di masa lalu.
Berjalan
beberapa kilo dari makam maka akan kita jumpai sebuah masjid bernama Sirathal
Mustaqim. Bertolak belakang dengan Islamic center yang di bangun dengan
arsitektur dan bahan modern masjid ini justru dibangun dengan bahan dasar kayu
ulin, tapi justru itulah letak keistimewaan masjid ini. Masjid ini di bangun
pada tahun 80an dan didaulat menjadi masjid tertua di Samarinda. Ketika kita
melangkah pada lantai masjid yang terbuat dari kayu maka akan muncul irama khas
yang terdengar merdu di telinga, dan didalam masjid ini suasananya
sangat sejuk bisa jadi karena efek dari bahan bangunan yang terbuat dari kayu
dan selain itu ini rumah Tuhan. Sejuk.
Masjid Sirathal Mustaqim, masjid tertua di Samarinda foto by bujangmasjid.com |
Setelah merasakan suasana kuno di
masjid Sirathal Mustaqim kita menuju ke Jembatan Mahakam. Jembatan yang
menghubungkan Samarinda kota dengan Samarinda Seberang ini memiliki jalur
tersendiri buat pejalan kaki. Dari sisi jembatan kita dapat menikmati luasnya
mahakam beserta deretan rumah penduduk di tepian. Dari sini kita juga akan
disuguhkan kerlap-kerlip cahaya dari Masjid Islamic dan cahaya lampu kota. Dan
yang tak kalah indah saat cahayanya menyatu dengan liukan gelombang tenang air
mahakam.
Dari Jembatan Mahakam kita menuju
masjid Islamic Center titik dimana kita
memulai perjalanan siang tadi. Tentunya masjid islamic center menjadi penutup
perjalanan kita yang mengesankan. Jika tadi kita menikmati islamic dengan
cahaya matahari yang masih tinggi saat ini kita menikmati romansa islamic
center yang disiram cahaya bulan. Nikmati setiap sudut masjid ini di malam hari
singgahi dimana cahaya yang ingin dituju. Rasakan dan enjoy Samarinda.
Masih banyak sebenarnya destinasi yang
bisa kita kunjungi ketika berada di Samarinda. Mau wisata alam Samarinda punya
Air Terjun Berambai, Air Terjun Tanah Merah, dan Kebun Raya Unmul. Mau wisata
sejarah Samarinda punya makam Daeng Mangkona. Mau wisata religi Samarinda punya
Islamic Center, Masjid Sirathal Mustaqim, Kelenteng, Gereja St. Maria, Pura
Jagat Hita Kirana. Mau wisata Budaya Samarinda punya Desa Budaya Dayak di Pampang
mau wisata kuliner ada Kampoeng Lambung Mangkurat. Komplit.
#visitsamarinda
0 komentar: