Beras basah adalah sebuah pulau ditengah lautan dengan
luas yang kurang lebih hanya 6 Ha terletak di kota Bontang provinsi Kalimantan
Timur. Disisi pulau terdapat mercusuar yang menambah kesan unik di pulau ini.
Jika tidak salah dengar dinamakan Beras Basah, konon pada jaman dahulu kala ada
kapal pengangkut beras yang diterjang ombak
dan terjatuh hingga menumpahkan beras di pulau ini, berasnya berhamburan
hingga menyatu dengan air laut. Dari cerita rakyat inilah pulau ini dinamakan pulau
Beras Basah.
Si mungil beras basah |
Saat motor perahu berbunyi dan perlahan meninggalkan
pelabuhan tanjung, aku segera mengambil posisi dikepala perahu, hampir keujung
agar mata dapat menangkap objek yang
lebih luas. Saat menoleh kebelakang, pelabuhan tanjung tampak semakin kecil dan semakin menengah pemandangan berganti
dengan pulau-pulau kecil yang tak berpenghuni. Pemandangan kilang minyak juga dapat di nikmati selama perjalanan,
kepulan asapnya bak kereta api masa lalu menyatu dengan birunya langit.
Aku terus menikmati setiap irama bahari selama pelayaran, deru ombak yang menyatu dengan terpaan angin menghasilkan irama indah pelebur rasa lelah selama pelayaran. hampir 25 menit perahu terus berlayar namun tak kulihat juga pulau mungil yang bernama beras basah itu.
Aku terus menikmati setiap irama bahari selama pelayaran, deru ombak yang menyatu dengan terpaan angin menghasilkan irama indah pelebur rasa lelah selama pelayaran. hampir 25 menit perahu terus berlayar namun tak kulihat juga pulau mungil yang bernama beras basah itu.
Sisi pelabuhan tanjung |
Lelah. Itulah yang tergambar dari raut wajah semua
yang ada diatas perahu, sesekali ada yang mengambil gambar lalu terdiam, hening
dan merenung, begitulah suasana selama 25 menit ini. Hingga gelombang besar
menghantam badan perahu. Byur ... percikan air masuk kedalam perahu, membasahi
bagian dalam perahu bahkan ranselku pun ikut menjadi korban. Keheningan mulai
terbunuh, semua berteriak dan keseruan dimulai. Beberapa orang sibuk memasang
terpal disisi perahu agar air tak masuk kedalam perahu. Pecah! Itulah suasana
yang terjadi saat gelombang menghantam badan perahu. Sebagian berteriak
kegirangan, sebagian lagi ada yang memerah ketakutan, jantung memang dipacu
berdetak lebih kencang dari biasanya. Berkali-kali perahu meliak-liuk dihantam gelombang
namun aku suka, selain suka karena keseruannya aku juga suka melihat
wajah-wajah merah yang ketakutan. Seru! Itulah yang kurasakan, aku dapat
berteriak sekencang-kencangnya bersama terpaan ombak yang gila ini. Aku terus
berharap ombak besar meliak-liukan kapal. Tak lagi ada keheningan, semua
berteriak dengan heboh. Berkali-kali aku terbahak bahagia bagaikan berada di roller coaster (meski gua belum pernah
naik roller coaster, cuman liat tipi
doang men nyahaha :D)
Perahu yang akan masuk zona liak-liuk (maaf pemirsa blur) |
Hampir 45 menit diatas perahu dari suasana yang biasa
saja hingga akhirnya pecah saat ombak menghantam perahu. Akhirnya sebuah pulau mungil terlihat dengan
mercusuar disisinya, rimbunya daun-daun kelapa seolah melambai menyambut
kedatangan kami. Perahu akhirnya bersandar di sebuah dermaga. Ransel kembali ku
gendong, satu persatu keluar dari perahu dan masuk kedalam pulau mungil ini. Awalnya aku berpikir pulau
ini sangat cocok untuk dijadikan penjara bagi para penjahat, sebab mereka tak akan bisa
kemana-mana. Pulau seluas kurang lebih 6 Ha ini disisi kanan, kiri, depan, belakang
adalah lautan jadi tak akan ada kata
kabur, namun setelah dipikir-pikir sayang jika mereka dipenjarakan disini, yang
ada mereka malah betah karena keindahannya itu loh
bikin gregetan!
Beras basah lebih dekat |
Tak usah berlama-lama terpesona, samping mercusuar menjadi lokasi pendirian tenda. Seusai mendirikan tenda, lingkungan telah bersih dan logistik tertata rapi segeralah
aku berlari menuju dermaga. Menikmati saat-saat terindah matahari mengeluarkan cahaya
senjanya, aku mengantarkan matahari menuju tempat peristirahan terindahnya
hingga dia tenggelam sempurna dan bulan menggantikannya. Aku kembali menuju
tenda, sekedar melepas lelah menikmati makan malam di tengah kemungilan pulau
ini, larut dalam cengkrama dengan sruputan teh hangat di tepi pantai.
Sunset |
Kamp, memang selalu asik dengan suasana malamnya namun
entahlah mengapa aku cukup lelah berdiri di tepi pantai. Aku berpindah mendekat
dengan bara unggun menikmati secangkir teh hangat sembari mendengarkan lagu
kenangan saat mengikuti lomba jelajah Giri Wana Rally dahulu semasa sekolah.
Beginilah cuplikan liriknya
“Di tengah-tengah hutan dibawah langit biru, tenda terpencang ditiup sang bayu, api menjilat-jilat terangi rimba raya membawa kelana dalam impian.
Dengarlah-dengarlah
sayup-sayup suara nan merdu memecah malam, jauhlah dari kampung turuti kata
hati guna bakti pada bunda pertiwi”
Ah! Aku segera terjaga dari lamunanku, takut kesurupan. Segera aku memasuki tenda. Terdengar berisik dari luar tenda, itu candaan kawan-kawan. Mereka bermain uno dan larut dalam keseruan. Sebenarnya jarang sekali aku tidur lebih cepat saat kamp seperti ini, namun tak tahu mengapa saat ini aku tak mampu menahan kantuk yang melanda dan akhirnya. Selamat malam dunia.
Aku terjaga sangat pagi, tak boleh melewatkan saat-saat indah matahari mulai bekerja. Sayang kepulan awan menutupi sinarnya jadi aku memilih mengitari pulau ini. Tak butuh waktu lama, hanya sekitar 10-15 menit saja aku sudah sampai pada titik awal dimana aku melangkah. Berjalan dipagi nan segar dipinggir pantai dan merasakan percikan air semesta serta mengitari kemolekan setiap sudut pulau ini. Bermain dengan pasir bertekstur sedikit kasar, menyelamatkan bintang laut yang terdampar hingga secangkir susu hangat menemani dipagi ini. Sejauh mata memandang semua adalah lautan, aku benar-benar berada ditengah lautan. Terus kupandangi langit sembari memuja-Nya. Terimakasih atas lukisan yang maha indah ini.
Pagi hari |
Beras basah. Tak hanya indah karena kemungilannya saja,
pulau ini juga menyimpan kekayaan bawah laut yang luar biasa. Segera aku berenang
agak ketengah, lalu menyelam. Maka lagi-lagi aku dihadapkan pada pemandangan
bawah laut yang sangat indah. ikan mungil yang terkenal dengan filmnya yang
berjudul nemo juga dapat di jumpai disini.
Sayang sejak pulau ini mulai terdengar di banyak telinga, keindahanya sedikit terenggut dengan sampah yang mulai terlihat ditepian. Tak jarang aku melihat bungkus makanan instan dan botol-botol air mineral berserakan. Seharusnya ini menjadi tugas kita semua menjaga kebersihan beras basah. Selain mempertahankan keindahannya juga sebagai wujud rasa syukur terhadap-Nya karena telah meletakan tempat seindah ini di negeri kita. Indonesia.
Daripada lihat terumbu karang mending lihat gua aja :D |
Tak terasa matahari begitu terik menyinari. Segeralah
aku kembali kedaratan beristirahat sejenak memasak sosis dan menikmati setiap
air tawar yang membasahi tenggorokan. Segera berkemas membersihkan sampah dan
membawanya ke kota. Mengemas ulang dan mengembalikan tempat ini bersih seperti
sedia kala. Beras basah, sebenarnya aku masih ingin berlama-lama disini namun
aku harus segera beranjak. Sampai jumpa. Kelak aku akan kembali bercumbu
denganmu. Semoga engkau tetap indah.
Terimakasih kawan-kawan yang luar biasa |
Catatan :
1.
Sebelum menuju beras basah sobat terlebih dahulu menuju kota
Bontang tepatnya di pelabuhan tanjung.
2.
Sebaiknya tidak berangkat soranga, Jika memang berangkat
sorangan sobat coba bergabung dengan wistawan lain agar lebih ringan di ongkos
sewa perahu. Satu perahu ongkosnya
kurang lebih Rp.700.000 s/d Rp.800.000 untuk pulang pergi satu perahu bisa muat
sampai 20 orang (share cost).
3.
Jika memang hendak bermalam, bawalah air lebih banyak sebab
tak ada sumber air disana namun jika pagi hari ada penjual air tawar dengan
harga Rp.5.000/jerigen volume 5 literan dan juga makanan sebab tak ada penjual.