Grab the RSS feed

Camping Sebelum Caving

Goa itu?
gelap, batu-batuan, horor, kelalawar, dan pengap.  Sebagai orang yang teracuni film Angling Dharma semasa kecil membuat kekepoan saya berlanjut hingga dewasa. Saya berpikir berkali-kali tentang ajakan kawan-kawan untuk caving di goa pampang. Yang terlintas dalam pikiran saya adalah seandainya saat caving, tiba-tiba goa bergetar lalu perlahan bebatuan runtuh semua lari kalang kabut lalu lubang-lubang tertutup bebatuan dan saya terjebak didalamnya, entah apa yang bisa saya lakukan didalam goa. Saya tak punya ajian rengka gunung seperti gusti prabu Angling Dharma yang mampu menghancurkan dinding goa, bahkan menerbangkan batu-batu hingga menumbangkan pepohonan hehehe. Atau saya memilih mati  sambil memasukan tangan ke celah-celah lubang sambil menggenggam erat tangan seorang wanita yang saya cintai dan berkata i love you sayang? Dengan diiringi darah dan air mata yang mengalir seperti di film-film layar kaca  yang dramatik abis :D, yang jelas saya masih kepo dengan goa.

Ini ngomongin apa sih #eh
Baiklah daripada weekend saya habiskan dengan menjadi bapak rumah tangga dan berhubung belum ada yang sudih untuk bertanya mau kemana? Sedang apa? Sudah makan belum? *eaa, ada baiknya saya bergabung dengan kawan-kawan yang hendak menghabiskan sabtu malam minggunya di hutan pampang *Jomlo*. Saya gak membawa peralatan aneh-aneh karena niatannya dari rumah Cuma ikutan camping, tidur di alam sambil bercanda bareng-bareng lalu ketika kawan-kawan pada mau caving yap mungkin saya jaga tenda sekali lagi karena saya gak punya ajian rengka gunung. 

Perjalanan dimulai dari Samarinda menuju desa Berambai melewati jalan Batu Besaung yang kurang lebih ditempuh selama satu jam dengan menggunakan motor. Dari Samarinda mas Dika yang membonceng saya sengaja membawa gitar untuk membuat suana kamp lebih khidmat dan ini jadi kesempatan saya untuk dapat tiga yes dari juri *eh. Jalanan yang berkelok-kelok, menanjak, dan kadang rusak membuat gitar yang saya pegang berkali-kali posisinya mleset hingga saya harus berkali-kali membetulkannya lagi. Mas Dika yang memegang kendali motor terkdang main hantam saja jika melewati jalanan berlubang sampai-sampai tubuh saya melayang sesaat dari jok *fiuh. Tapi saya memilih menikmati saja, gak lucu kalau mas Dika tiba-tiba ngamuk lalu saya diturunin di tengah jalan yang sepi ini.


Akhirnya kami sampai  di sebuah rumah warga yang menjadi gerbang masuk menuju lokasi kamp, setelah menitipkan kendaraan, saya, mas Dika, dan mpok Noru anggota kloter ke gak tahu memulai treking menyusul beberapa team yang sudah berangkat lebih awal. Treking dimulai dengan melewati perkebunan pepaya milik warga lalu menyebrangi sungai dengan batang pohon yang menghubungkan jalur kebun dan jalur hutan. Mulai masuk hutan kondisi medan mulai mengekstrem, mulai melewati jurang belum lagi jika ada pohon yang tumbang, menanjak berkelok, pokonya jika musim sedang hujan harus hati-hati karena jalur bisa saja licin.  Terus mengikuti  rute hingga akhirnya bertemu tanah yang datar disamping sungai dan disana saya disambut oleh pendukung-pendukung saya *eh. Karena memang sebelumnya sudah ada yang berangkat duluan jadi kami bertiga yang nyusul sudah tinggal mendirikan tenda sendiri lalu menyerahkan sesajen  kepada para chef yang dipimpin mpo Noru, chef paling gokil se kecamatan hehehe :D
Gelap mulai meraba suasana kamp saat itu, saatnya makan malam.  Makan malam paling istimewa adalah saat-saat seperti ini, saat satu wadah untuk semua dengan lauk yang tak mewah tapi kenikmatannya sungguh bisa dirasa. Seusai menuntaskan makan malam ini, malam kami habiskan dengan berbagi kisah perjalanan dari menikmati keindahan pulau-pulau di Indonesia, sensasi menjadi seorang caver, menggapai puncak-puncak gunung, hingga memeluk sebuah destinasi sakral bernama cinta *eh.  Selain kisah-kisah menarik itu malam juga kami habiskan dengan nyanyian-nyanyian akustik hingga pukul 23.00 semua tertidur dengan pulasnya. Saya yang memang masih tak bisa terlelap memilih duduk di pinggiran sungai menikmati setiap gemericik air bersama dingin yang tenang. Hmmm, nafas benar saya hela panjang-panjang jarang sekali suasana seperti ini saya dapatkan. Saatnya  melakukan ritual perenungan-perenungan suci, memaknai kehidupan ini dan melakukan pembelajaran dri kesalahan masa lalu. Baru saja mau memulai ritual bubuhan lainnya pada datangan dengan heboh *arrggghh sontak fokus saya semburat. Ah ini team terakhir yang menyusul jadilah suasana makin riuh, ritual saya gagal dan yang sudah tertidur pulas pun akhirnya terbangun kembali. Gitar kembali dipetik sebuah lagu special happy birthday buat mbak friska yang lagi ulang tahun dilantunkan sambil meniup api dari korek gas dan malam ditutup dengan lagunya mami berjudul gelang dirantai rindu *ebusyeett judulnya ngeri.
Sudah lewat tengah malam dan obrolan malam dimulai, pasti tema yang dibahas tentang cinta yang terlalu sakral untuk saya dengar. Untuk hal ini saya tidak mau pikiran saya terdoktrin jadi saya memilih tidur saja diselimuti sarung Bali dari seseorang yang saya sebut cinta *eaaa



*Selamat malam dunia dan selamat malam cinta :)

0 komentar:

  •