Grab the RSS feed

Teluk Hijau


Tak akan pernah ada habisnya jika bicara tentang bahari di negeri yang ku cinta ini. Teluk hijau salah satu pantai yang elegan ini terletak di desa Sarongan kecamatan Pesanggaran kabupaten Banyuwangi, memang benar-benar cantik secantik penari gandrung Banyuwangi. Tentunya untuk mendapatkan wanita secantik penari gandrung aku harus berjuang dengan sepenuhnya, sama halnya seperti perjalanan menuju teluk hijau, sebelum dapat mencium bibir pantai yang konon masih alami ini aku harus berjalan melewati medan yang lumayan menguras tenaga, tapi terbayar dengan panoramanya yang benar-benar gila. Gila keren abis!

Berangkat dari kediaman mbak Ana di desa Gumukmas kabupaten Jember pada pukul 02.00 WIB, mobil elf yang kami sewa meluncur menuju stasiun Jember untuk menjemput beberapa anggota team yang sedang menunggu disana. Aku dan yang lain segera turun dari mobil dan menyambut kawan-kawan yang sudah menunggu sedari tadi, pertemuan di stasiun Jember diwarnai kebahagiaan sampai mobil kembali melaju melanjutkan perjalanan. keceriaan mendominasi suasana dalam mobil, saling mengolok menjadi hal konyol yang dapat mengukir tawa, tak ada yang tersinggung, semua tertawa ceria dan begitulah cara kami untuk bahagia, hingga riuhnya tawa berubah menjadi sunyi, semakin senyap dan hening, perlahan tawa menghilang ditelan gelapnya malam. Tak banyak yang kuingat tentang perjalanan menuju teluk hijau, hanya sampai gunung gumitir mataku sudah tak kuat menahan kantuk sebab perjalanan panjangku dari Samarinda menuju kabupaten Jember ditambah aku harus berdiri didalam bus dari Surabaya sampai Probolinggo membuat badanku harus beristirahat meski sejenak. Bersama suasana yang mulai hening kelopak mataku memberat menyatu hingga semuanya gelap dan aku tak lagi tahu apa yang terjadi saat itu (baca : tidur).

Suasana dalam mobil
Medan yang tak mulus membuat badanku terhempas hingga kepalaku membentur kursi didepanku, sontak aku terbangun entah ini sudah sampai mana, aku hanya melihat sebuah perkampungan di tengah perkebunan karet , jalanan beraspal tak rata, pepohonan karet membentang luas sepanjang jalan sesekali melihat warga dengan sepeda kayuhnya. Mobil terus melaju, aku memang masih tak seutuhnya hidup karena mata yang masih belum begitu segar, hingga sebuah gerbang bertuliskan Taman Nasional Meru Betiri mengejutkan pandanganku. Ya, itu artinya aku hampir sampai di tempat tujuan. Teluk hijau. Mengejutkan,  karena baru saja terjaga dan seolah tak percaya bahwa aku hampir sampai, tersimpan bahagia dalam lelah yang tak bisa terekspresikan dalam wajah. Mobil berhenti didepan pos pemerikasaan, sambil menunggu mas Agus dan mas Thoriq melapor aku memilih berjalan memandangi hijaunya sekitar, sedang yang lain memilih berfoto-foto di depan gerbang. Masih sangat pagi sekitar pukul 07.00 WIB tak ada satupun petugas di pos pemeriksaan, lama menunggu petugas tak kunjung datang akhirnya setelah berfoto bersama, aku dan kawan-kawan sepakat memutuskan untuk melanjutkan perjalanan tanpa melapor sebelumnya dan memilih melapor nanti saat pulang dari teluk hijau.

Jalan menuju desa Sarongan
Mobil terparkir di halaman rumah salah seorang warga, lelahnya perjalanan seolah terhapus dengan keramahan warga desa Sarongan. Daun pisang di gelar sebagai alas sarapan pagi, mbak Ana segera mengeluarkan sarapan rakyat (nasi gulung, oseng-oseng tempe, sambal petis, dan kerupuk), sebelum tracking kami semua harus mengisi perut menyiapkan tenaga karena katanya medan yang akan dilalui lumayan susah. Momen makan bersama seperti ini memang selalu asik, seolah benar-benar merasakan Bhineka tunggal ikanya Indonesia. Tak ada perbedaan pria, wanita, tua, muda semua sama, melebur menjadi satu dalam satu wadah, makanan yang biasapun tampak istimewa karena kebersamaan yang tak ternilai harganya ini mampu membunuh sesuatu yang biasa. Perut sudah menghentikan bunyinya tenaga kembali bergairah, nasi dan lauk yang tadinya menumpuk diatas gelaran daun pisang tak tersisa lagi. Seusai membersihkan sisa-sisa makanan dan plastik kerupuk, aku dan kawan-kawan akan melanjutkan perjalanan, tak lupa juga mengucapkan terimakasih pada pemilik rumah yang telah memberi ijin untuk makan diteras rumahnya. 
 
Suasana makan bersama
Ransel sudah siap dengan barang-barang yang diperlukan selama di pantai nanti. Awalnya aku mengira bahwa menuju pantai ini mudah saja, seperti menuju pantai-pantai sebelumnya yang aku pernah kunjungi, tapi ternyata aku harus berjalan kurang lebih 1,5 km dengan medan yang lumayan terjal, namun inilah letak istimewanya teluk hijau. Perjalanan di mulai, hanya medan dengan kontur landai tak begitu menguras tenaga, pemandangan hijau di samping kiri-kanan jalan membuat perjalanan terasa segar, hingga kurang lebih 500 meter berjalan, sebuah gubuk dan papan hijau petunjuk arah menghentikan langkahku melepas lelah sembari mengabadikan momen bersama kawan-kawan, papan hijau ini memberikan petunjuk arah menuju goa jepang, habitat raflesia dan lainnya namun aku tak boleh tergiur, harus tetap pada tujuan utama, teluk hijau. Tak jauh berjalan dari papan tadi aku menemukan tanah yang di bentuk menjadi undak-undak, ini menjadi awal medan yang sebenarnya. Medan mulai menanjak, membelok, sesekali harus melewati tebing yang jika terpeleset, jurang terjal siap menangkap. 

Awal medan
Beban ransel semakin terasa, otot kaki semakin menegang, mata terus menatap kemedan, seolah leher  tak mengijinkan menengok ke kiri jalan sebab jurang curam  terlihat begitu menyeramkan. Keringat mulai membasahi badanku, panas, gerah, lelah. Hanya pertanyaan-pertanyaan konyol yang memenuhi kepalaku 

“Seindah apa sih teluk hijau? Sampai segini susahnya!”

sampai pemandangan pantai yang menawan dari atas memecahkan pertanyaanku, menghentikan langkah kakiku, menghapus keringat dan lelah yang sudah mendera. Pesona teluk hijau dari ketinggian semakin mengudang gairah untuk segera mendekatinya, Indah. Benar-benar indah,  keindahannya menyuntikan semangat untuk kembali melangkah. 

Dari ketinggian
Masih jauh! Digubuk tadi tadi aku melihat papan petunjuk arah bertuliskan “teluk hijau 1 km”, aku merasa ini sudah lebih dari 1 km, mungkin aku benar atau karena medan yang terjal dan berliku membuatku merasa jalan begitu jauh. Sesekali beristirahat mengairi tenggorokan dan kembali berjalan hingga pada medan yang kembali landai. Terdengar gemericik batu yang terhempas ombak, terlihat hempasan ombak dibibir pantai, aku berlari dan terduduk sejenak diatas batu pinggiran pantai, ini adalah pantai batu tetangganya teluk hijau. keunikan dari pantai batu ini adalah irama yang ditimbulkan dari batu-batu yang dihempas ombak menciptakan nada yang mampu menghapus lelah setelah berjalan  dengan medan yang benar-benar gila !

Pantai batu tetangganya teluk hijau
Wow! Kata yang terucap pertama kali saat mata memandang kedepan seusai melewati pepohonan, setelah kaki berhasil melewati medan yang curam, semua terbayar dengan pemandangan yang benar-benar keren abis ! dan inilah teluk hijau dengan segala kemegahannya, hijau yang berbaur dalam birunya laut, pepohonan dan tebing-tebing yang gagah semua menjadi satu menciptakan panorama penuh rona. Bibir pantai yang begitu menawan dengan pasir putih dan desiran angin serta hempasan ombak kian menambah kecintaanku pada pantai ini. Sayang jika tak menyeburkan diri ke dalam pantai. Terus, lagi dan lagi aku berlari dipasir pantai yang lembut ini, tak ada bosannya, lelah terbayar dengan pantai yang begitu menawan.

Teluk hijau

Seusai bermain bersama air laut badan serasa lengket, perut kembali lapar, dahaga kembali melanda. Di pojokan pantai terdapat sebuah tebing yang mengalirkan air tawar yang dapat digunakan untuk membilas badan dan pakaian. Bersandar di tebing dan membiarkan air tawar jatuh membasahi badan menjadi therapy istimewa sembari memandang ke arah pantai yang begitu mempesona, memanjakan mata dengan melihat hijaunya sekitar. Tak terlihat banyak orang di pantai ini selain karena medan yang harus di lalui cukup berat keindahan pantai teluk hijau ini belum begitu terdengar dimana-mana, itulah sebabnya pantai ini masih sangat alami, dan menjadi tugas setiap wisatawan agar selalu menjaga kebersihan dan kealamian tempat ini, agar tetap indah dan awet muda.

 
pengganti kamar mandi

Sambil menunggu keringnya baju aku dan kawan-kawan berkumpul di tempat teduh. Nesting, kompor dan semua ransum di keluarkan, mie instan selalu menjadi menu andalan disaat-saat seperti ini. Lagi-lagi hal yang sederhana menjadi istimewa karena kebersamaan yang begitu indah, usai menyantap mie bersama-sama, kopi menjadi menu penutup. Sembari menikmati seruputan kopi, kebersamaan melebur dalam cengkrama ditepi teluk hijau yang benar-benar menyegarkan segalanya. 

Menunggu mie instan

Teluk hijau. Keindahan yang memang benar-benar menyegarkan sesuai namanya.Teluk hijau. Hijau yang identik dengan kesegaran dan pantai ini benar-benar segar selain segar karena pemandangannya yang wow banget!  Medan yang berat juga menjadi bagian istimewa karena medan inilah kesegaran teluk hijau semakin terasa wah! Karena lelah selama tracking akan terbayar dengan panorama yang hijau dan seger abis! Dari medan ini juga aku belajar bahwa untuk mendapatkan sesuatu yang benar-benar indah itu tidak mudah, begitu juga dengan kehidupan, cita, dan cinta. (wkwkwkwk :D)

Aku dan teluk hijau


Terimakasih kepada 17 Pendekar





2 komentar:

  • Iman Rabinata mengatakan...

    Teluk Hijau, baru dengar nama ini, dan tentunya ini adalah artikel pertama yang saya baca tentang destinasi ini. Kalau Taman Nasionalnya sudah familiar sekali, tapi baru tahu kalau ada pantai kecil (kalau melihat dari gambarnya), yang terlihat menawan. Banyuwangi, Jember memang memiliki garis pantai yang panjang, tetapi miliki perbedaan 'warna' di setiap lokasinya.

    pengalaman yang menarik gan...

    Riski mengatakan...

    ayo mas segera langkahkan kaki menuju sana, sebab sekarang sudah semakin rame dibicarakan dan pastinya makin banyak pengunjung. semoga saja beberapa tahun lagi kealamiannya tetap terjaga, dan kalau Tuhan berkehendak semoga bisa bertemu di Jember

  •