Grab the RSS feed

Cinta (Dibalik Layar Eksplorasi Terindah di Sudut Ramang-Ramang)



Setiap perjalanan pasti punya kisah, tak terkecuali juga dengan kisah cinta. Cinta. Setiap insan adam dan hawa pasti pernah merasakannya, tak terkecuali aku. Aku pernah merasakan cinta dengan segala keindahannya, seolah langit selalu membiru degan segala kecerahannya. Cinta hadirkan rindu berbalut kasih, menebar senyum meredam emosi, dunia tak lagi hampa dengan adanya cinta yang selalu setia saat ceria maupun duka, namun ketika langit biru dengan kecerahannya tertutup oleh awan hitam bersama halilintar kejamnya, cinta berubah. Rindu tak lagi berbalut kasih, kasih berubah menjadi emosi, tak lagi ada senyum ketika cinta berubah jadi dusta, dunia tiada lagi berwarna, megahnya yang selalu hadirkan tawa lenyap berganti dengan air mata, bukan bahagia tapi derita. Ketika cinta sudah berkhianat semua terasa bangsat ! tidak munafik, aku juga pernah keos karena cinta. Hari-hariku buta, kosong dan hampa, tak ada semangat menantang hari, jangankan berlari sekedar terbangun dari tidur aku tak sanggup. Aku hanya bisa berdiri dengan hati yang sebenarnya rapuh. Butuh waktu lama menyembuhkan luka karena cinta, tidak hanya satu dua hari, satu dua minggu, bahkan satu dua bulanpun luka itu masih menghadirkan nestapa. Sejak saat itu aku selalu memandang cinta dalam sesuatu yang sempit, cinta hanya keindahan sesaat yang pasti berujung pada kesakitan. Hingga seorang gadis mengenalkanku  kepada cinta  yang lebih luas.

Berawal dari pertemuan biasa di depan gedung kesenian Sulsel “Societte de Harmonie” berlanjut dengan pembicaraan kaku di pantai losari, aku mulai mengenalnya. Aku tak pernah tahu tentang rasa yang kian membuncah saat menatap mata binarnya dan mendengar kalimah dari bibir manisnya.  Sudah lama aku tak pernah merasakan kasih dari seorang wanita, hampir dua tahun aku selalu berusaha mengejar cita dengan mengabaikan cinta, tapi kali ini cinta seketika muncul ketika aku mengenalnya, namun aku masih tak mau memutuskan bahwa aku jatuh cinta. Cinta tidak memandang usia, begitulah kalimat yang sudah tidak asing terdengar dimana-mana. Aku tak peduli tentang usia, aku hanya peduli tentang rasa yang kian meraba dalam diriku, dalam hatiku.

Perhatiannya, kedewasaannya, keceriannya dan segala yang dia punya berhasil menumbuhkan bara dalam hatiku.  Mungkinkah ini cinta? mengapa aku selalu nyaman didekatnya? mengapa aku selalu ingin melindunginya? mengapa aku selalu ingin bersamanya? lantas darimana aku bisa mencintainya? apa saat dia menemani pagiku dengan secangkir teh hangat di rumah mas Anca?  atau saat dia memegang tanganku kala melewati sapi ketika hendak menyusuri goa? atau mungkin saat dia memegang tanganku erat-erat ketika menuruni goa? ah aku tidak tahu ! yang jelas rasa ini ada. Rasa ini berbeda, bukan perasaan cinta yang ditumbuh dikala remaja, tak ada keinginan untuk memilikinya atau menjadi kekasihnya, aku tak pernah tahu ini perasaan apa.   

Ramang-ramang dengan segala keindahannya membuatku jatuh cinta, ditambah seorang gadis didalamnya yang kian menambah romansa. Diperahu motor saat perjalanan pulang dari Berua, sembari merasakan segarnya udara aku termenung, merenungi pertemuan terakhirku dengannya. Besok aku harus kembali ke Samarinda, namun masih tak ada jawaban dari rasa yang tak biasa ini. 

Sejak kecil aku tak pernah mendapatkan perasaan seperti ini dari seorang wanita. Ibuku merantau ke luar kota bersama Ayah demi menghidupi aku dan ketiga kakak laki-lakiku, aku hanya tinggal bersama nenek yang juga bekerja dari pagi hingga petang.  Dua tahun aku juga berjalan mengejar cita tanpa cinta dari wanita. Mungkin ini hal yang wajar saat aku memiliki rasa berbeda kepadanya. Entah kenapa aku tak ingin pulang, aku ingin disini bersamanya, hingga kalimatnya di pelabuhan ramang-ramang membuatku sadar 

“dik, besok kamu pulang ya ?”  dengan mimik wajah penuh rindu

Aku tercengang, kaget dengan kata “dik” yang tiba-tiba menggetarkan hatiku, seolah bara yang berkecamuk dalam hatiku memadam.  Bukan berarti aku kecewa, justru aku sangat bahagia. Aku seperti menjadi seorang adik yang lebih utuh. Aku memang tak menginginkannya menjadi kekasihku dan inilah jawaban dari rasa yang membara itu. Dik. Ya adik.  Seorang kakak juga bisa memberikan cinta, cinta tak harus menjadi kekasih, cinta juga tidak harus dilambangkan dengan sebuah kecupan dan pelukan bahkan pengorbanan ayah, ibu, dan nenekku adalah wujud sebuah cinta yang belum pernah aku sadari. Di pelabuhan ramang-ramang aku merangkulnya seraya hatiku berkata “terimakasih kakak”. Kali ini aku sadar bahwa cinta tak harus dikhususkan pada satu orang dengan sebuah ikatan, cinta bukan lagi keindahan yang berujung pada sebuah kesakitan, cinta adalah sebuah kasih yang bisa diberikan kepada siapapun, karena Sang Maha pencipta cinta, menciptakan cinta bersama keindahannya. cinta itu universal.

Terimakasih Jullen Cotesea
 
foto terakhir di Ramang-ramang

Memory terindah saat melewati sapi



11 komentar:

  • Coklat seribu tahun mengatakan...

    Aaahh jadi mellow... Nangis diriku baca blog mu dik :,)

    Riski mengatakan...

    ah kalau nangis jangan makan coklat lagi ya ? hihi

    Coklat seribu tahun mengatakan...

    hahah.. gak lah adiks, kan lg diet, wkwkkwkwkw

    Frisca Putri mengatakan...

    Kereeeenn,, bnyak perkembangan kamu ki,, pinter,, *pukpuk*

    Coklat seribu tahun mengatakan...
    Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
    Riski mengatakan...

    thanks bu Mentor :)

    Unknown mengatakan...

    cie selamat yg lagi cinta"n ,,

    Riski mengatakan...

    cinta yang universal tapi mas :)

    Coklat seribu tahun mengatakan...

    heh ? adiks2 ku semua itu...

    Unknown mengatakan...

    jadih ikut sedih

    Riski mengatakan...

    hihihi kalau sedih senyum ya ...

  •